Tidak
banyak yang tahu bahwa Bhutan adalah sebuah negara. Minimnya pemberitaan mengenai
negara kecil di kawasan Asia Selatan ini membuat negara yang dihimpit oleh
India dan Republik Rakyat Thiongkok asing ditelinga. Padahal Bhutan merupakan
negara yang cukup menarik, hal ini dibuktikan dengan keberhasilan negara yang
sempat penganut sistem monarki absolut (kini demokrasi) ini dalam menginspirasi
negara-negara maju seperti Amerika serikat dan Jepang melalui prinsip dari
mantan Raja Bhutan, Jigme
Singye Wangchuck IV yang disebut dengan teori Model Bhutan yang berarti
mementingkan perkembangan yang seimbang
antara materi dan spiritual, perlindungan terhadap lingkungan hidup dan
proteksi terhadap kebudayaan tradisional diletakkan di atas perkembangan
ekonomi[1].
Sehingga melalui ketetapan standar Gross National Happiness (GNH), Bhutan
didaulat sebagai negara paling bahagia di dunia.
Sebagai negara berkembang, ekonomi
Bhutan berasal dari industri rakyatnya seperti kerajinan tangan dan produksi
seni keagamaan untuk altar rumah. Hampir sebagian besar penduduk bermata
pencaharian di sektor pertanian, peternakan, dan pengrajin tangan yang
sebenarnya bisa diekspor ke negara lain. Namun karena pembangunan jalan dan
infrastruktur yang mahal sehingga tidak ada akses untuk dilalui khususnya laut,
ini menyebabkan Bhutan tidak dapat memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya
untuk melakukan pedagangan internasional.
Menyambung pemaparan diatas bahwa Bhutan,
tidak seperti negara lain yang berada di kawasan Asia Selatan seperti India,
Pakistan, Bangladesh, Sri lanka yang sering menjadi sorotan perihal konflik,
kerjasama ekonomi, untuk itu penulis tertarik untuk mengangkat tema penulisan
mengenai negara terkecil di kawasan Asia Selatan ini. Bagaimana dengan
posisinya sebagai negara kecil yang tergabung dalam keanggotaan South
Asian Association For Regional Cooperation (SAARC) berkontribusi dalam
mengembangkan Asia Selatan.
Sebagai
negara yang berada dikawasan Asia Selatan, praktis Bhutan tergabung dalam South
Asian Association for Regional Cooperation (SAARC) yang merupakan
asosiasi kerjasama regional Asia Selatan yang terdiri dari 8 negara di Asia
Selatan seperti, Afganistan, Bangladesh, Bhutan, India, Maladewa, Nepal,
Pakistan, dan Sri Lanka yang bertujuan untuk mencapai integerasi ekonomi
regional. Proses Integerasi tersebut dibuktikan melalui SAFTA (South
Asia Free Trade Area) atau zona perdagangan bebas Asia Selatan. Salah
satu kebijakan program kerjanya adalah mengurangi bea atau hambatan tarif guna
meningkatkan perdagangan dan kerjasama ekonomi antara negara-negara SAARC serta
memberikan preferensi khusus bagi negara-negara terbelakang antara
negara-negara Asia Selatan.[2]
Awalnya
organisasi ini didirikan oleh 7 negara
yakni India, Pakistan, Bangladesh, Sri
Lanka, Nepal, Maladewa, Bhutan pada Desember 1985. Kemudian Afghanistan
bergabung pada April 2007, saat KTT SAARC ke 14, ini merupakan organisasi
regional terbesar dimana memiliki jumlah penduduk sebanyak 1,5 miliar orang.
Seperlima dari penduduk dunia.
Terbentuknya
SAARC dilatarbelakangi oleh konflik-konflik yang terjadi di kawasan Asia
Selatan, diantaranya seperti, konflik India dengan Pakistan, pemisahan Pakistan
dari India, pecahnya Pakistan Timur menjadi Bangladesh, dan banyaknya militan
pendukung terorisme disetiap negara-negara tersebut yang sering kali
mengakibatkan hilangnya nyawa penduduk sipil dan memperburuk keadaan ekonomi
dari negara-negara tersebut.
Melalui
SAARC, Bhutan dan negara-negara anggota lainnya bekerjasama melalui sebelas
bidang yang telah disepakati bersama, diantaranya adalah pertanian, pendidikan,
budaya dan olahraga, kesehatan, populasi, dan kesejahteraan anak, lingkungan
dan meteorologi, pembangunan pedesaaan, pariwisata, transportasi, ilmu
pengetahuan dan teknologi, komunikasi
Masing-masing negara anggota
SAARC memiliki tugas untuk mempromosikan kerjasama regional, tidak terkecuali Bhutan.
Bhutan menjadi pusat regional dalam bidang SAARC Development Fund dan SAARC
foresty center.
SAARC development fund
merupakan dana pembangunan Asia Selatan yang tujuannya
adalah untuk mendukung pembangunan industri, pengentasan kemiskinan,
perlindungan lingkungan, pengembangan sumber daya kelembagaan / manusia dan
promosi proyek pembangunan sosial dan infrastruktur di wilayah SAARC.[3]
SADF dimulai dengan basis sumber daya dari US $ 5 juta
(kontribusi secara pro-rata oleh negara-negara anggota SAARC), dan sampai
penutupan pada bulan Juni 2008, memiliki dana sebesar kira-kira. US $ 7,0 juta. Hingga
penutupan, SADF menyelesaikan studi kelayakan tekno-ekonomi selama enam belas
studi proyek.
Sementara SAARC foresty center
merupakan pusat kehutanan SAARC yang dibangun dengan dilatarbelakangi oleh
keperihatinan negara-negara anggota SAARC terhadap kehancuran hutan dan bencana
alam akibat degradasi lingkungan yang terus menerus. Bhutan dipilih sebagai
pusat kehutanan SAARC karena memiliki keunggulan dibidang lingkungan. [4]
Mengingat
begitu pentingnya integerasi ekonomi dalam menciptakan perdamaian, keterbukaan,
kesejahteraan, dan jauh dari kemiskinan serta penindasan di kawasan Asia
Selatan, maka ekonomi pasar sangat berpengaruh dalam hal ini.
Peran
kedelapan negara dalam melakukan upaya-upaya tercapainya integerasi regional
sangat dibutuhkan. Setiap negara memiliki potensi yang berbeda diukur dari segi
infrastruktur, sumber daya, dan aspek lainnya. Latar belakang aspek tersebut
berdasarkan sejarah masing-masing negara. Sebagian besar negara di wilayah Asia
Selatan merupakan bekas jajahan Inggris, termasuk Bhutan. Negara ini
memerdekakan diri pada 1907. Dalam aspek ekonomi, peran Bhutan dalam SAARC ditempatkan
pada posisi low power bersamaan dengan Maladewa (Maldives). Hal ini
didasari pada beberapa faktor, salah satunya adalah pembangunan jalan dan infrastruktur
yang mahal sehingga tidak ada akses untuk dilalui khususnya laut, sehingga
menyebabkan Bhutan tidak dapat memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya untuk
melakukan pedagangan internasional.
Selain
itu Bhutan belum pernah terlibat dalam suatu perjanjian internasional skala
besar, hal ini bisa jadi sebagai salah satu faktor minimnya pemberitaan
mengenai Bhutan karena dianggap tidak memberikan pengaruh besar terhadap
polemik dunia. namun seiring
berjalannya waktu Bhutan terus meningkatkan kerjasama dengan mitranya, terutama
India dengan fokus utamanya adalah aspek ekonomi dan kemanusiaan. Selain India,
mitra kerjasama Bhutan adalah tentu negara-negara Asia selatan lainnya, diluar
dari itu diantaranya Indonesia dan Austria. Bhutan membina hubungan baik
dengan Austria. Austria memberikan bantuan berupa dana sebanyak 2.15m euro,
dengan tujuan untuk mempererat hubungan bilateral antara Bhutan dengan Austria.
Bhutan tercatat memiliki hubungan diplomatik dengan 22 negara, termasuk Uni Eropa.
Kemajuan
Bhutan tidak terlepas dari hubungan baik dengan India yang merupakan mitra
dagang terbesar Bhutan, yang kedekatannya diawali dengan dukungan penuh India
terhadap peralihan ideologi Bhutan dari monarki konstitusional menjadi
demokrasi, kemudian Bhutan adalah negara pertama yang mengakui kemerdekaan
India pada 15 Agustus 1947. Salah satu
bentuk nyata dari kerjasama kedua negara adalah Bhutan menjual PLTA ke India, indian railways
merencanakan menghubungan Bhutan selatan dengan jaringannya yang luas di bawah
persetujuan yang ditandatangani pada Januari 2005 hal ini dilakukan untuk
membantu Bhutan agar memiliki akses jalan yang mudah sebab Bhutan tidak
memiliki jalur kereta api.
Peralihan
ideologi atau sistem pemerintahan Bhutan dari monarki absolut menjadi demokrasi
memberikan keuntungan dan pengaruh terhadap aspek IPOLEKSOSBUD Bhutan, terutama
dalam aspek ekonomi. Selain mendapat sambutan dan dukungan baik dari dalam
negeri, Bhutan juga mendapat bantuan dari negara-negara yang mendukungnya. Ekonomi
Bhutan berkembang pesat, kerjasama mulai dibangun baik bilateral maupun
multilateral.
Hingga
akhirnya standar hidup Bhutan berkembang dan merupakan salah satu yang terbaik
di Asia Selatan. Sepak terjang Bhutan di dunia internasional tidak banyak yang
tahu, tidak ada pula catatan perihal partisipasi Bhutan dalam keikutsertaan
dalam konflik. Artinya Bhutan bisa disebut sebagai negara yang jauh dari
pertikaian. Sehingga Bhutan bisa memiliki potensi sebagai negara penyeimbang
yang dapat menengahi negara lain yang sedang bertikai. Bhutan mungkin memang
bukan negara adidaya yang mampu memberikan pengaruh besar terhadap dunia, namun
negara yang memiliki 4 pilar ini, yakni
pembangunan berkelanjutan, promosi nilai-nilai budaya, konservasi
lingkungan hidup dan pemerintahan yang baik.
Promosi
nilai-nilai budaya yang menjadi salah satu pilar negara ini merupakan salah
satu potensi yang dimiliki Bhutan untuk mengembangkan Asia Selatan. Bhutan
merupakan pasar yang potensial untuk menarik wisatawan asing, artinya sektor
pariwisata yang dikembangkan akan mampu meningkatkan devisa negara. Namun ada beberapa
hal yang perlu dibenahi Bhutan yakni kurangnya
infrasturktur dalam negeri, keterbatasan alat transportasi dan fasilitas umum
yang kurang memadai. Bhutan dianggap sebagai negara yang
memiliki keunggulan dibidang lingkungan dikawasan Asia Selatan, sehingga negara
tersebut menjadi pusat kehutanan SAARC. Kemudian
Bhutan
dapat berkontribusi melalui promosi kebudayaan. Salah satu contoh kebudayaan
Bhutan adalah tari topeng dan sendratari adalah segi tradisional umum pada
festival, biasanya disertai dengan musik tradisional. Sekaligus sebagai bentuk pelestarian adat dan
keagamaan.
Daftar Pustaka